Pekan dan Pikiran
Catatan Reflektif Sepekan dari Ruang Pikir Pendidik
Adien Novarisa
School Principal | Certified EduTech Specialist
Catatan Reflektif Sepekan dari Ruang Pikir Pendidik
Adien Novarisa
School Principal | Certified EduTech Specialist
Ada yang berubah, bukan hanya ruang kelas, tetapi juga cara kita meraba makna belajar.
Teknologi datang bukan untuk menggantikan, tapi menantang:
Apakah kita, para guru, masih bersedia tumbuh?
Adien Novarisa
School Principal | Certified EduTech Specialist
Ada yang berubah, bukan hanya ruang kelas, tetapi juga cara kita meraba makna belajar.
Teknologi datang bukan untuk menggantikan, tapi menantang:
Apakah kita, para guru, masih bersedia tumbuh?
Di antara layar dan suara notifikasi, kita mungkin lelah—
Tugas menumpuk, kelas daring tak selalu berjalan sesuai harap, dan terkadang kita rindu papan tulis yang sunyi. Tapi justru di tengah keramaian digital ini, kita diingatkan bahwa menjadi guru bukan tentang metode apa yang kita gunakan, melainkan tentang siapa kita dalam proses itu.
Al-Qur’an mengangkat derajat orang-orang yang berilmu, dan itu bukan karena mereka tahu lebih banyak, tapi karena mereka tak berhenti belajar.
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
(QS Al-Mujadilah: 11)
Kini, ilmu tak hanya berwujud buku dan kapur. Ia hadir dalam bentuk platform, klik, dan data. Tetapi apakah hati kita hadir dalam setiap klik itu? Apakah pembelajaran yang kita bangun masih punya nyawa, atau hanya formalitas tanpa jiwa?
Pendidikan bukan soal alat, tapi arah.
Bukan soal perangkat, tapi perasaan.
Dan bukan soal teknologi, tapi tentang manusia.
Mari kita tanyakan pada diri sendiri:
Apakah aku masih belajar?
Apakah aku masih peduli?
Apakah aku masih mendidik dengan kesungguhan?
Ikhlas itu kekuatan. Bukan hanya niat, tapi fondasi bertahan dalam perubahan.
Tumbuh itu wajib. Guru yang tak mau belajar, akan ketinggalan bahkan oleh siswanya sendiri.
Nilai itu jiwa. Teknologi boleh datang dan pergi, tapi karakter yang kita wariskan akan tinggal lebih lama dari catatan nilai.
Akhir pekan ini, mari beri ruang sejenak untuk bertanya kepada diri sendiri, bukan sebagai guru profesional, tapi sebagai manusia pembelajar.
Karena kadang, yang paling kita butuhkan bukan pelatihan, bukan workshop, tapi keheningan yang jujur—untuk mengingat siapa kita dan mengapa kita mengajar.